Kabar5News.id – Sebut saja namanya Lily. Ia adalah bocah yang dari kecil sudah kehilangan ayahnya karena meninggal dunia. Sehari-hari Lily tinggal di lingkungan yang kumuh.
Ibunya bekerja sebagai kuli serabutan, kadang jadi tukang urut, kadang cuci gosok dari rumah ke rumah. Perempuan paruh baya ini kerap dijuluki wanita dukun oleh lidah-lidah yang usil.
Paras ibu Lily memang sayu, matanya sedikit redup seperti menyimpan rahasia malam. Kadang orang lain merasa takut untuk berada di dekatnya.
Padahal, di balik wajahnya yang demikian, ia adalah sosok ibu yang sabar menanggung luka dunia.
Ibu Lily punya empat anak, dua diantaranya masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan satunya lagi sekolah menengah pertama (SMP).
Setiap hari, ibu Lily berjuang mencari uang untuk makan. Apabila tercukupi, sisanya diberikan ke anaknya sebagai bekal sekolah.
Kakak Lily yang duduk di bangku SMP setiap hari hanya menggerutu. Uang jajan tak pernah cukup, katanya. Jam sekolah yang panjang membuat ia sering lapar.
Tak jarang kakak Lily sulit konsentrasi menerima materi pembelajaran akibat perut keroncongan.
Begitu pula dengan Lily, ia hanya makan makanan yang dijajakan di depan sekolah dengan uang bekal yang ia dapat seadanya dari sang ibu.
Ibunya tak pernah membalas gerutuan anak-anaknya. Ia menyadari arti keterbatasan ekonomi.
Sepulang kerja, dengan menahan malu, sesekali ia meminta kebaikan dari orang yang dikenal untuk sekedar menambal meja makan yang kosong.
Saat matahari menggantung tepat di atas kepala, membakar jalanan yang retak dan berdebu. Lily terus berjalan menyusuri jalan aspal.
Seperti biasa, ia pulang sekolah dengan berjalan kaki melewati jalan yang ramai kendaraan melintas.
Setiap hari ia pulang dengan ribuan harapan. ia membayangkan sang ibu membuatkannya ia makan siang, setidaknya ada ikan asin atau sayur sop ala kadarnya di atas meja.
Bertahun lamanya sejak ayahnya meninggal, harapan akan ada makan siang di meja makan sering kali berubah jadi harapan palsu.
Meja kayu reyot itu kini hanya jadi saksi bisu, diam dan penuh goresan tangan tapi kosong tanpa aroma lauk.
Hari Senin, sepulang sekolah, Lily berjalan kaki melewati jalanan biasanya sambil membawa harapan. Ia jalan berlompat-lompat seperti seekor rusa yang baru menemukan kawanan.
Suara keroncongan perutnya kalah dengan kabar bahagia soal program Makan Bergizi Gratis atau MBG yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Program tersebut akan digelar di sekolah tempat ia belajar. Semua siswa akan menjadi penerima manfaat MBG. Makanan dengan beragam menu, dengan gizi lengkap dan rasa yang enak akan terhidang.
Lily senang bukan kepalang. Harapan semu yang ia terima bertahun-tahun akan menjadi kenyataan. Setidaknya di sekolah, ia akan mencium aroma lauk pauk yang telah lama ia impikan.
Rasa itu yang nantinya akan menyelamatkan, memadamkan api kelaparan yang membakar perut yang selalu kosong tak terisi dari pagi.
Ini bukan perkara sesuap nasi, tapi rasa syukur dan keyakinan bahwa hidup selalu menyisakan jalan bagi yang mau bertahan.