Kabar5News – Presiden Prabowo Subianto disebut akan mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset di DPR RI
Pengesahan RUU tersebut merupakan salah satu tuntutan yang dibawa kelompok masyarakat pada aksi massa di sejumlah daerah, beberapa waktu lalu.
Selain RUU Perampasan Aset, presiden juga disebut akan mendorong pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang dituntut oleh kalangan buruh..
Hal itu terungkap setelah presiden mengadakan pertemuan di Istana Negara, Jakarta, bersama pimpinan organisasi kemasyarakatan, tokoh lintas agama, konfederasi serikat pekerja, serta perwakilan partai politik, pada Senin (1/9/2025). Dalam forum yang berlangsung sejak sore hingga malam, para undangan menyampaikan kritik, pandangan, serta aspirasi mereka secara langsung kepada Presiden.
Berbagai isu sempat mencuat, mulai dari sikap arogan pejabat publik, perlunya ruang demokrasi yang lebih terbuka, gaya hidup mewah pejabat dan anggota DPR yang dianggap berlebihan, hingga kebijakan pemerintah yang membebani masyarakat. Selain itu, beberapa rancangan undang-undang yang dianggap mendesak juga ikut dibicarakan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, menegaskan bahwa kelompok buruh menuntut percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Ketenagakerjaan.
Ia menyampaikan, Presiden berkomitmen mendorong pembahasan dua RUU tersebut di DPR. Menurut Andi, presiden bahkan meminta langsung Ketua DPR, Puan Maharani, agar pembahasan segera dilakukan bersama partai-partai politik.
“Beliau (Presiden, red.) berjanji yang pertama, RUU Perampasan Aset segera dibahas, dan juga RUU Ketenagakerjaan yang diminta oleh buruh, Beliau minta kepada Ketua DPR (Puan Maharani) untuk langsung dibahas segera oleh partai-partai, dan setuju untuk segera dibahas,” kata Andi Gani kepada wartawan.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menekankan pentingnya aksi demonstrasi sebagai sarana menyuarakan kepentingan rakyat kecil buruh, petani, nelayan, mahasiswa, hingga masyarakat bawah.
“Itu hanya satu-satunya cara bagi kelompok bawah, kelompok buruh, kelompok petani, kelompok nelayan, kelompok mahasiswa, dan orang-orang kecil untuk menyampaikan aspirasi ketika lembaga formal ‘lambat’ atau tidak mau mendengar apa yang menjadi aspirasi kelompok bawah,” kata Said Iqbal.
Namun, ia juga menegaskan bahwa unjuk rasa harus berlangsung sesuai konstitusi dan tanpa kekerasan, hal yang turut disetujui oleh Presiden.
Dari kalangan tokoh agama, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty, mengapresiasi keterbukaan dialog.
Menurutnya, diskusi mencakup isu-isu fundamental seperti beban pajak yang dirasakan masyarakat, praktik korupsi, sikap elitis pejabat, hingga persoalan tunjangan DPR. Semua hal itu, katanya, direspons langsung oleh Presiden maupun Ketua DPR.
Pertemuan tersebut ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh para tokoh agama dari berbagai latar belakang, menandai momen silaturahmi sekaligus komitmen bersama untuk memperkuat ruang aspirasi rakyat.