Kabar5News – Pada Minggu, 5 Oktober 2025, Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan memperingati hari jadinya yang ke-80. Perayaan akbar ini digelar secara terbuka di kawasan Silang Monas, Jakarta, dan dapat dihadiri oleh seluruh masyarakat tanpa dipungut biaya.
Mengacu pada informasi resmi dari akun Instagram @puspentni, acara puncak akan diawali dengan upacara serta parade militer.
Defile prajurit dari tiga matra, yakni TNI AD, TNI AL, dan TNI AU, akan ditampilkan dengan formasi yang telah dipersiapkan melalui latihan intensif. Selain itu, masyarakat juga bisa menyaksikan demonstrasi gabungan alat utama sistem persenjataan (alutsista), mulai dari tank, kapal perang, hingga jet tempur.
Kemeriahan tidak berhenti di siang hari. Malamnya, akan digelar Panggung Rakyat yang menghadirkan sejumlah artis ternama, seperti Dewi Perssik, NDX A.K.A, dan Wali Band.
Tak hanya hiburan, masyarakat juga dapat menikmati makan gratis, pembagian sembako, serta kesempatan memenangkan doorprize berupa 200 unit sepeda motor, 50 lemari es, dan 50 televisi.
Persiapan Menjelang Acara
Berdasarkan video yang dirilis Pusat Penerangan TNI melalui X pada Minggu (28/9/2025), para prajurit telah memulai latihan menjelang puncak perayaan. Ratusan kendaraan tempur terlihat diposisikan di sekitar Monas, sementara masyarakat yang antusias sudah datang lebih awal untuk menyaksikan latihan parade dan atraksi tersebut.
Tema dan Logo HUT ke-80
HUT TNI tahun ini mengusung tema “TNI PRIMA, TNI Rakyat, Indonesia Maju.” PRIMA merupakan singkatan dari Profesional, Responsif, Integratif, Modern, dan Adaptif, yang menggambarkan wajah baru TNI yang semakin kokoh, modern, dan selaras dengan tuntutan zaman.
Logo HUT ke-80 menampilkan sinergi tiga matra TNI dengan rakyat sebagai kekuatan inti bangsa.
Angka 80 melambangkan delapan dekade pengabdian penuh disiplin, loyalitas, dan semangat menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jejak Sejarah TNI
Sejarah TNI bermula pada 5 Oktober 1945 dengan berdirinya Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Organisasi ini kemudian berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), lalu Tentara Republik Indonesia (TRI), hingga akhirnya resmi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947.
Dalam masa revolusi fisik, TNI tampil sebagai kekuatan rakyat sekaligus garda pertahanan bangsa, menghadapi agresi militer Belanda maupun pemberontakan dalam negeri seperti PKI Madiun dan Darul Islam (DI).
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB), TNI tergabung dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) bersama KNIL.
Namun, setelah Republik Indonesia Serikat dibubarkan, namanya berganti menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Pada masa ini, TNI menghadapi sejumlah pemberontakan seperti APRA, RMS, dan PRRI/Permesta yang seluruhnya berhasil ditumpas.
Tahun 1962, TNI bergabung dengan Polri dalam wadah ABRI dengan peran ganda: pertahanan dan sosial-politik.
Puncak keterlibatan ABRI dalam politik terjadi pada masa Orde Baru, termasuk ketika menumpas kudeta G30S/PKI pada 1965.
Pasca reformasi 1998, ABRI dipisahkan menjadi TNI dan Polri.
Sejak 1 April 1999, TNI fokus sebagai alat pertahanan negara, sementara Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Reformasi internal pun dijalankan, mulai dari penghapusan dwifungsi, netralitas politik, hingga modernisasi organisasi.
Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004, TNI memiliki peran sebagai alat pertahanan negara dengan tugas pokok menegakkan kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi bangsa dari ancaman.
Tugas ini dijalankan melalui dua bentuk operasi: Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk penanganan separatisme, terorisme, bencana alam, misi perdamaian dunia, hingga pengamanan pejabat negara.