Oleh: Jufriyadi S.H.
Pakar Hukum dan Mantan Aktivis KM Jayabaya
Kabar5News – PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) dan anak usaha atau afiliasinya telah diputus Pailit oleh pengadilan Niaga Semarang pada tanggal 21 Oktober 2024.
Adapun Pailit Sritex berawal dari Permohonan oleh salah satu Kreditornya untuk Pembatalan Perjanjian Perdamaian sebagaimana yang telah di sahkan berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang , No. 12/Pdt.Sus -PKPU /2021/PN.Niaga Smg tanggal 25 Januari 2022.
Karena sebelumnya Sritex telah berhasil merestrukrisasi utangnya melalui mekanisme Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam Putusan Pailit tersebut Majelis Hakim juga menunjuk dan mengakat Kurator yaitu : Denny Ardiansyah, S.H., M.H., Nur Hidayat, S.H., Fajar Romy Gumilar, S.H., dan Nurma Candra Yani Sadikin, S.H., M.H.
Pailitnya Sritex cukup menarik perhatian publik, karena sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di textile dengan perjalanan Panjang di Indonesia dan dengan jumlah pekerja mencapai 50.000 orang.
Tentu hal ini agar berdampak pada sosial ekonomi, bahkan Pemerintah berusaha melindungi industri yang mempekerjakan tenaga kerja yang banyak hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dan Wakil Menteri Kementerian Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker).
Mereka beberapa kali mengunjungi Pabrik Sritex dan terakhir pada 5 Januari 2025 dan menyatakan akan berusaha semaksimal mungkin agar Sritex tetap bisa berjalan dan upaya melindungi pekerja Sritex agar terhindar dari PHK Massal akibat Pailit.
Sritex telah memasuki babak baru dimana upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Sritex ditolak oleh Mahkamah Agung.
Tentunya Pemerintah harus menghormati putusan tersebut dan menghormati tugas-tugas kurator, dengan adanya putusan kasasi tersebut maka kurator tetap bisa bekerja melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, walaupun saat ini dalam tahapan Proses Peninjauan Kembali oleh Sritex.

Pakar Hukum dan Mantan Aktivis KM Jayabaya (Foto: Ist)
Karena sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor: 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan & PKPU”), yaitu “Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Bahwa sebagaimana disampaikan oleh Otoritas Jasa Keungan OJK) utang Sritex kepada 27 Perbankan dan 3 perusahaan Multifinance sebesar Rp. 14.64 Triliun, per September dan hal ini belum termasuk utang-utang kepada pihak lain yang secara total diperkiraan bisa menembus Rp 26 triliun, artinya bukan utang yang sedikit.
Going Concern sebagai soluasi awal dari menyelematkan Industri tekstile dan PHK Massal
Walaupun Sritex telah berkedudukan dalam pailit bukan berarti serta merta perusahaan tersebut tutup.
Karena dalam UU Kepalitan & PKPU terdapat ruang untuk perusahaan pailit tetap bisa berjalan (“Going Concern”) dimana Kurator bisa menjalankan Perusahaan Pailit setelah mendapatkan persetujuan dari Hakim dan Kreditor non pemegang jaminan dalam rapat Kreditor hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 104 ayat (1) jo Pasal 179 ayat (1) jo Pasal 180 ayat (1).
Tujuan dari Going Concern adalah untuk menjaga nilai aset tetap terjaga dan bisa menambah valuasi dari aset Sritex dan dalam menjakan Going Concern Kurator harus bisa memastikan segala aspek perhitungan baik secara bisnis maupun operasional dan tentunya membutuhkan dukungan dari semua pihak termasuk Seritex dan pemerintah.
Karena jika dalam menajalankan Going Concern dan mengakibatkan kerugian maka hal ini akan menjadi tanggung jawab pribadi dari Kurator tersebut.
Dengan dijalankan mekanisme Going Concern dibawah koordinasi Kurator, maka akan terhindar dari matinya bisnis tekstile Sritex dan juga PHK Massal karena secara ekonomi dan sosiologis.
Karena jika tidak dilakukan mekanisme ini tentu akan mematikan dan alarm buat industry tekstile di Indonesia yang saat ini sedang berjuang untuk bertahan dari persaingan dengan negara lain, dan akibat dari penutupan akibat pailit akan menimbulkan PHK Massal yang artinya akan hadir pengangguran baru kurang lebih 50.000 orang yang tentunya jadi beban pemerintah.
Selain itu juga berdampak pada masyarakat sekitar pabrik yang lebih banyak UMKM seperti warung makan dan kos-kosan.
Dengan dijalankan Going Concern dimana atas hasil selama proses tersebut Kurator Sritex bisa melakukan pembayaran kepada Kreditor non pemegang jaminan termasuk utang Pajak ke Pemerintah, karena terhadap pemegang jaminan hanya bisa dapat pembayaran atas utangnya dari asset yang dijaminkan yang dilelang oleh Kurator.
Sehingga peran semua pihak dan Upaya Pemerintah selama ini dalam menyelamatkan Sritex merupakan langkah positif dari Presdein Prabowo Subianto melalui Kementerian terkait dan Langkah going concern harus kita dukung yang disuarakan oleh pemerintah selama hal tersebut dilakukan melalui mekanisme hukum yang sesuai UU kepailitan dan PKPU jangan sampai Pemerintah terjebak dalam situasi tersebut, dan hal ini menunjukan Negara hadir dalam permasalahan Masyarakat tidak hanya dianggap berpihak pada Pengusaha.
Pemerintah Menyelamatkan bisnis Tekstile Strategis melalui mekanisme Bisnis
Sebagaimana amanat UU Kepailitan dan PKPU Kurator bertugas melakukan Pengurusan dan pemberesan atas Harta Pailit Debitor, dan melakukan penjualan atas Harta Debitor Pailit melalui Lelang dimuka umum.
Sebagaimana yang disampaikan diatas going Concern adalah Upaya awal penyelematan industry dan karyawan Sritex tetapi hal tersebut dijalankan tentunya ada batasannya yaitu jika Perusahaan pailit dijalankan merugi tentu harus dilakukan penjualan dan going concern tidak mengahalangi Kurator menjalan tugas pemberesan yaitu penjualan asset debitor pailit.
Melihat kondisi tersebut tentu jika melihat rekam jejak Sritex yang merupakan salah satu perusahaan tekstile terbesar, jumlah pekerja yang banyak dan market yang khusus seperti seragam militer Nato, Jerman pada awalnya dan berkembang sampai saat ini dengan memproduksi brand-brand besar dunia, tentunya melihat hal ini ada peluang bisnis yang bagus.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN bisa melihat potensi market tersebut sekaligus menyelematkan bisnis dan pekerja yang strategis tersebut.
Dalam melakukan Upaya penyelamatan Kementrian BUMN melalui BUMN atau anak BUMN yang secara bisnis terkait bisa melakukan pembelian atas aset dan sekaligus menyelematkan pekerja melalui mekanisme Lelang yang dilakukan oleh Kurator.
Tindakan tersebut tentu bukan bentuk intervensi hukum oleh Pemerintah tetapi dilakukan secara bisnis oleh BUMN atau anak BUMN dan tentunya berkompetisi dengan pembeli lain yang berminat atas aset tersebut.
Pembelian yang dilakukan oleh BUMN tentunya hanya terbatas pada asset Sritex bukan pembelian atas Perusahaan Sritex dan afiliasi karena prosesnya bukanlah akuisisi tetapi lewat Lelang yang dilakukan oleh Kurator sehingga pemerintah bukan pihak yang menanggung utang dari Sritex karena itu menjadi kewenangan Kurator untuk melakukan pembagian kepada Kreditor Sritex dari hasil penjualan harta pailit.
Dengan nantinya BUMN atau afiliasi yang terkait bidang tekstile yang mengambil alih asset dan pekerjan serta melanjutkan bisnis Sritex serta melakukan transformasi maka Pemerintah melalui BUMN telah menyelamatkan bisnis tekstile terbesar sekaligus mencegah lahirnya penangguran baru.
Dan tentunya BUMN tersebut juga harus menempatkan orang yang tepat dalam mengelola asset yang begitu besar, nafas segar ini tentu dengan lahirnya Danantara bisa menjadi salah satu Upaya pemerintah melakukan investasi pada bisnis yang menurut kementrian BUMN yang punya nilai strategis.