Kabar5News – PT Pupuk Indonesia kini tengah disoroti oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena dinilai adanya inefisiensi belanja pupuk bersubsidi oleh pemerintah senilai Rp2,92 triliun pada periode 2020-2022.
Laporan tersebut menyoroti inefisiensi dalam produksi serta distribusi pupuk bersubsidi yang berdampak pada tingginya biaya subsidi.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2024, BPK menemukan bahwa PT Pupuk Indonesia (Persero) belum sepenuhnya memperhitungkan kapasitas produksi anak perusahaan dalam menentukan alokasi pupuk bersubsidi.
Alokasi produksi masih lebih banyak diberikan kepada produsen dengan biaya produksi tinggi, sementara perusahaan yang lebih efisien justru lebih difokuskan pada produksi pupuk nonsubsidi.
Terkait hal itu, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan, iku angat bicara. Ia menyebut bahwa sebagian besar pabrik pupuk sudah beroperasi selama lebih dari empat dekade.
Kondisi ini menyebabkan konsumsi energi yang tinggi dan berkontribusi terhadap mahalnya harga pokok produksi pupuk bersubsidi.
“Usia pabrik yang sudah tua berdampak pada efisiensi produksi. Oleh karena itu, modernisasi sangat diperlukan,” ujarnya dalam keterangan pers, Sabtu (31/5/2025).
Selain peremajaan pabrik, Nasim menekankan bahwa stabilitas harga gas sebagai bahan baku utama pupuk harus dijamin oleh pemerintah.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan keberlanjutan industri pupuk dan meningkatkan efisiensi produksi nasional.
“Memang pabrik-pabrik pupuk kita sebagian besar sudah tua dan tidak efisien konsumsi bahan baku gas-nya. Oleh karena itu, perlu didukung pembangunan pabrik-pabrik baru agar semakin efisien sehingga HPP atau biaya produksinya semakin hemat,” beber dia.
Saat ini, PT Pupuk Indonesia tengah melakukan pembangunan fasilitas produksi baru di Palembang dan Papua serta merencanakan revamping pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) di Bontang, Kalimantan Timur.
Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serta mengurangi ketergantungan pada pabrik-pabrik lama yang boros energi.
BPK merekomendasikan agar Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia memberikan teguran kepada jajaran direksi terkait, yang dinilai kurang optimal dalam mengelola alokasi subsidi pupuk.
Evaluasi kebijakan produksi dan distribusi diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih efisien, sehingga subsidi dapat digunakan dengan lebih tepat sasaran.